Kamis, 06 September 2012

AKU






Entah mengapa tiba-tiba teringat profil yang aku tulis di friendster. Kubaca kembali rangakaian kata-kata itu, aku malu, malu sekali, karena seolah aku mengumbar kesusahan dan kekurangan, padaahal masih banyak di luar sana yang lebih sengsara dari aku, astaghfirullahaladazim...

KEKURANGAN IT NGGAK BOLEH DITONJOLKAN JUSTRU HARUS DITUTUPI DENGAN KELEBIHAN DAN KUALITAS DIRI, ORANG LAIN NGGAK PERLU TAU KESUSAHAN KITA....

Namun, tak mengapa, di sini aku hanya ingin mencoba berbagi dari sedikit kisah hidupku. Semoga di dalam tulisan ini terkandung hikmah dan hal-hal yang bermanfaat yang bisa kita ambil.

Inilah profile yang dulu pernah aku buat di friendterku.

Laskar Pelangi. Ketika aku menonton film itu, aku sering menitihkan air mata, haru, senang, campur adauk, entah karena ceritanya yang begitu menyentuh, sarat pesan moral atau apa, tapi yang jelas aku rasa film itu sedikit banyak hampir sama dengan kehidupanku dari kecil sampai sekarang.

Permainan masa kcil mereka mengingatkanku akan permainan masa kecilku dengan teman-teman ketika aku masih menjabat status ANAK KOLONG (ketika aku tinggal di asrama MEN ARMED 1 MALANG--ayahku TNI-AD), ya walau ada beberapa kenakalan-kenakalan lain yang berbeda. Perjuanganku ke sekolah untuk meraih pendidikan hampir sama seperti LINTANG.

Mungkin orang mmndang aku hidup di keluarga berada--banyak uang, apalagi saat kami pindah ke desa, pandangan warga seolah-olah mentahbiskan kami sebagai orang berpunya, karena kami pindhan dari kota dan disanjung karena ayahku seorang tentara atau mereka melihat dari profil rumah kami? Tapi sayang mereka tak tahu sebenarnya kehidupan dalam keluargaku, kami hanya keluarga berkecukupan yang bisa dibilang serba mepet (untuk membeli baju atau celana saja susah, walau ayah perwira--LETNAN SATU tapi gajinya terpotong hutang untuk membangun rumah. Jadi, dulu sebelum bapak pensiun, kami berencana pindah ke Bandung sebagai tempat tinggal kami setelah bapak pensiun. Bapak pun mengambil perum asabri di bandung dan mengangsurnya tiap bulan, di akhir ternyata selama ini pembayaran itu untuk orang lain dan kami mencoba mengurus ternyata tidak bisa. Uang itu pun terbuang percuma. Hingga bapak, ibu, aku, dan kakak harus membongkar habis  tabungan kami untuk membangun rumah di Purworejo sebagai tempat tinggal kami pasca bapak pensiun. Kalau boleh menyalahkan, karena orang tuaku yang kurang bisa menabung, tabungannya memprihatinkan tiga juta saja nggak ada. (Alhamdulillah, masih banyak orang yang berada di bawah kami), tanah aja nggak punya, apa lagi aset lain, kami hanya punya tiga buah sepeda ontel yang selalu menemani keseharian kami, menemaniku sekolah atau kemana saja, tapi aku bersyukur KAMI HIDUP BAHAGIA. Aku menemukan banyak kenikmatan dan anugerah yang luar biasa terutma dalam hal pendidikan.

Ketika SD, alhmdulillah ayahku menadapat komandan yang baik hati. Beliau bernama Pak Ginting, Pak Idie, dan yang terakhir Pak Narso. Mereka boleh dibilang seperti saudara saking akrabnya dengan orang tuaku dan karena waktu itu aku berprestasi sekolahku selama enam tahun dibiayai mereka.

Ketika aku pensiun, kami pindah ke PURWOREJO, kala itu aku dah lulus dari SDN KASATRIAN 2 MALANG--SD anak-anak tentara, kini aku sekolah di SMP Negeri 2 Purworejo salah satu SMP favorit--alhamdulillah,selama sekolah aku juga masih ditemani sepeda reotku, hari-hariku juga terasa penuh perjuangan, aku harus berangkat pukul 05.30 dan selalu datang pertama di kelas, hal yang paling berkesan selama perjalanan, tiap hari tidak pernah tidak, selama tiga tahun aku selalu diKEJAR ANJING di dua tempat (entah apa salahku pada anjing itu), sepanjang Perumahan Kentheng sampai tempat penitipan sepeda dan dari rumah yang sekarang menjadi Primagama sampai SMK WIDHODHO (tak separah LINTANG yang harus menghadaapi buaya). Mungkin orang berpikir LEBAI tapi itulah kenyataannya. Satu lagi aku sangat senang karena selama tiga tahun aku mendapat beasiswa (TRIMAKASIH  PAK BARKAH--guru BPku).

Dan ketika aku SMA--SMAN 1 Purworejo, lagi-lagi aku bersyukur diterima di SMA favorit walau awalnya aku nggak minat karena aku ingin SMA Taruna Nusantara, berhububung sudah mahal aku urungkan. Aku ingin bersekolah di SMA Negeri 7 Purworejo tepatnya CYBERCLASS, tapi ayah bilang "kalau mau main, sekolah di swasta aja!" akhirnya aku daftar SMA 1. Aku baru sadar, kalau dulu aku bantah mungkin aku nggak akan jadi seperti ini, sekolah gratis selama  tiga tahun (terima kasih Pak Pardi), bisa berprestasi di kelas maupun di luar, diikutukan ajang lomba-lomba dan Olimpiade walau nggak juara nasional tapi aku merasakn jadi finalis nasional tiga kali, punya banyak kenalan. Sedikit demi sedikit, satu per satu cita-cita dan keinginanku terwujud dan sepedaku turut menyumbang keberhasilan itu. Dia setia menemani hari-hariku bersekolah. Kini penderitaannya berkurang kami hanya dikejar anjing di Perumahan Kentheng sampai tempat penitipan sepeda saja dan ia harus menahan malu bersanding dengan motor-motor di parkiran sekolah.

Setelah lulus, speninggal ayah, aku ditrima di STAN yang lagi-lagi sekolahnya gratis. Di sini banyak mimpiku yang terwujud. Aku bisa jalan-jalan ke obyek wisata gratis, ke metroTv berkali-kali, dan berkesempatan rapat di MPR-RI berkali-kali bersama pejabat Negara. Kali ini ibu hanya memikirkan living costku. Ada sedih dan bangga. Sedih aku tidak bersama sepedaku, bangga karena ibu rela menjual perhiasannya satu demi satu untuk biaya kosku. Ketika aku pulang dan ada acara, sepedaku masih menemaniku, puncaknya ketika BUKA BERSAMA ANGKATAN 2007, 28 September 2008, aku bangga karena sepedaku mampu berdiri tegar di antara mobil dan motor teman-temanku, hanya dia. Aku hanya bisa tertawa bahagia. Terimakasih sepedaku (Silvania—nama sepedaku, satunya Browenda), kau sudah menemani hari-hariku. Enam tahun dikejar anjing, kau tak pernah mengeluh, aku ngga akan nglupain pengorbanan dan jasamu. SEMOGA KETIKA AKU SUKSES AKU TIDAK MELUPAKANMU, AKU YAKIN AKU PASTI SUKSES, membahagiakan orangtua dan semua orang yang mendukung aku.

Terima kasih juga teman-temanku, kalian mau jadi temanku, mengisi dan mewarnai hidupku, aku bangga pada kalian yang rela datang dipemakaman ayahku 17 Oktober 2006 meskipun saat itu libur sekolah. AKU CINTA KALIAN SEMUA KARENA ALLAH.

mimpi adaalah kunci
untuk kita menaklukkan dunia
berlarilah tanpa lelah
sampai engkau meraihnya

laskar pelangi
takkan terikat waktu
bebaskan mimpimu di angkasa
warnai bintang di jiwa

menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersyukurlah padaa Yang kuasa
cinta kita di dunia
selamanya

cinta kepadaa hidup
memberikan senyuman abadai
walau hidup kadaang tak adail
tapi cinta lengkapi kita

laskar pelangi
takkan terikat waktu
jangan berhenti mewarnai
jutaan mimpi di bumi

menarilah dan terus tertawa
walau dunia tak seindah surga
bersyukurlah padaa Yang kuasa
cinta kita di dunia

laskar pelangi
takkan terikat waktu…
(Laskar Pelangi-Nidji)”

Cukup jadi motivasi diri saja kisah hidupku ini. Semoga Allah melancarkan segala aktivitas kami dan semoga kami nggak termasuk orang yang kufur. Ibu, bapak aku cinta kalian, kagum dan bangga pada kalian. Sangat teringat saat dikurung di kamar mandi sama bapak gara-gara maghrib belum pulang dan mecahin kaca nako kamar karena maksa masuk rumah "kamu itu punya mata buat ngliat, telinga buat denger,otak buat mikir,mulut buat tanya, tangan buat kerja, kaki buat keluar sana kenali dunia, kalau mau pergi nggak pulang terserah yang peting itu ninggalin pesen, apa susahnya ngomong apa nulis di kertas, mau belajar sana, nggak ya terserah yang peting bisa tanggung jawab hasilnya bagus" (pake Bahasa Jawa). Bener-bener nancep di hati dan nggak bakal ilang kata-kata itu.

Perjuangan ibuku sungguh rasanya aku meleleh. Beliau bagiku pengatur keuangan yang luar biasa. Terkadang yang bikin aku sedih, pas kami lagi ngobrol biaya hidup aku kuliah walau gratis tapi aku kan butuh biaya kos. Ibu benar-benar terencana. Sejak awal tau aku masuk STAN, beliau bilang nanti tak ambil pinjaman di bank, terus tahun ke dua cincin mutiara ini, nah kalung ini buat kamu tingkat tiga”, dan
beberapa perhiasan lain buat cadaangan.

Moment yang bakal keinget, adalah kemarin pas mau balik ke kampus aku sempat cerita ke ibu sambil ngupasin kulit kacang tanah. Aku bilang aku nangis kemarin pas pelajaran KSPK. Ibu tanya kenapa aku nggak ngerjain?”. Terus aku crita “kemarin didengerin lagu salawan trus kami disuruh inget bapak ibu, nah yang aku lihat itu kebersamaan sama bapak dan ibu mulai dari kecil dulu sebelum sekolah sampai sekarang, benar-benar aku ngliat foto-foto yang berjalan, pertama sekeluarga, terus pas sama ibu, bis itu ganti sama bapak”. Tiba-tiba ibuku nangis. Beliau kaget kok aku bisa inget segitu detailnya dan pas di moment-moment yang emang berharga. Aku pengen nangis juga tapi ngga bisa. Benar-benar terkenang. bagiku itu moment terbaikku saat bercerita ke ibu, rasanya hati berbicara.

Aku bahagia punya keluarga yang sederhana tapi bahagia, apalagi saudara-saudaraku begitu perhatian.

Sungguh nikmatMu ya Allah. Temen-temen yang sangat baik, jutaan syukur tak dapat mengganti nikmatMu, maaf jika terkadaang aku kufur, sombong bahkan lupa.

Begitulah sekilas tentang kehidupanku dan pengalamanku yang bagiku sangat berharga dan patut aku syukuri. Semua berawal dari pola asuh kedua orang tuaku, keprihatinannya, dan atas izin serta kemurahan Allah kepadaku dan keluargaku hingga aku bisa merauh semuanya, meraih cita-cita, dan aku bisa berdiri seperti sekarang ini adalah karena kuasaNya. Pola asuh orang tuaku juga sangat berpengaruh terhadap kehidupanku, sejak kecil aku dan kakakku sudah diajarkan kemandirian, yang paling aku ingat adalah bagaimana kami harus berusaha untuk mendapatkan apa yang kami inginkan, kedua orang tuaku paling susah untuk membelikan apa yang kami suka, misalkan aku pengen sekali sepatu roda, ibu dan bapak nggak akan mau memebelikan jadi aku harus menabung untuk membelinya. Ketika bapak dan ibu harus bolak balik Malang-Purworejo aku dan kakakku ditinggal di rumah, maka segala kebutuhan sehari-hari dari masak makanan hingga cuci baju aku dan kakak yang melakukan, mereka hanya meninggalkan uang dan beberapa resep masakan agar kami bisa memasak untuk makan aku dan kakak, untuk cuci baju aku dan kakaku biasa bergantian kalau kakak yang bagian nyuci aku bagian bilas dan jemur padahala dulu aku masih kelas 4 dan kakak kelas 6 SD. Tapi dari situ kami terdidik menjadi anak yang tangguh dan berdaya juang. Perjuangan, usaha, tidak kenal menyerah, doa, dan syukur adalah kunci. Allah yang menentukan. Allah akan malu jika ada hambaNya memohon tetapi Dia tidak mengabulaknnya. So, berdoalah dan berusahalah semaksimal mungkin serta selalu bersyukur, semakin bersyukur Allah akan tambahkan nikmat kita.
Zainun abrisam
Kala senja merona
6 September 2012
17.08 WIB Kamar 31 BDK Jogjakarta

“Tulisan ini diikutsertakan pada Monilando’s First Giveaway