Entah mengapa
tiba-tiba teringat profil yang aku
tulis di friendster. Kubaca kembali rangakaian kata-kata itu, aku malu, malu
sekali, karena seolah aku mengumbar kesusahan dan kekurangan, padaahal masih
banyak di luar sana yang lebih sengsara dari aku, astaghfirullahaladazim...
KEKURANGAN IT NGGAK
BOLEH DITONJOLKAN JUSTRU
HARUS DITUTUPI DENGAN KELEBIHAN DAN KUALITAS
DIRI, ORANG
LAIN NGGAK PERLU
TAU KESUSAHAN KITA....
Namun, tak mengapa, di sini aku hanya
ingin mencoba berbagi dari sedikit kisah hidupku. Semoga di dalam tulisan ini
terkandung hikmah dan hal-hal yang bermanfaat yang bisa kita ambil.
Inilah profile yang dulu pernah aku buat
di friendterku.
“Laskar Pelangi. Ketika aku menonton
film itu, aku
sering menitihkan air mata, haru, senang, campur adauk, entah
karena
ceritanya yang begitu menyentuh,
sarat pesan moral
atau apa, tapi
yang jelas aku rasa
film itu sedikit
banyak hampir sama
dengan kehidupanku dari
kecil sampai
sekarang.
Permainan masa kcil mereka mengingatkanku akan permainan
masa kecilku dengan teman-teman ketika aku masih menjabat status ANAK KOLONG (ketika
aku tinggal di asrama MEN ARMED 1 MALANG--ayahku TNI-AD), ya walau ada beberapa
kenakalan-kenakalan lain yang berbeda. Perjuanganku
ke sekolah untuk meraih
pendidikan
hampir sama
seperti LINTANG.
Mungkin
orang mmndang aku hidup di keluarga berada--banyak
uang, apalagi saat kami pindah
ke desa, pandangan
warga seolah-olah
mentahbiskan kami
sebagai
orang berpunya, karena
kami pindhan dari kota dan disanjung
karena ayahku
seorang tentara atau
mereka melihat
dari profil rumah kami? Tapi sayang mereka tak tahu sebenarnya kehidupan dalam keluargaku, kami hanya
keluarga berkecukupan yang bisa dibilang serba mepet (untuk membeli baju atau celana
saja susah, walau ayah perwira--LETNAN SATU tapi gajinya terpotong hutang untuk
membangun rumah. Jadi, dulu sebelum bapak pensiun, kami berencana
pindah ke Bandung sebagai tempat tinggal kami setelah bapak pensiun. Bapak pun
mengambil perum asabri di bandung dan mengangsurnya tiap bulan, di akhir
ternyata selama ini pembayaran itu untuk orang lain dan kami mencoba mengurus
ternyata tidak bisa. Uang itu pun terbuang percuma. Hingga bapak, ibu, aku, dan
kakak harus membongkar habis tabungan
kami untuk membangun rumah di Purworejo sebagai tempat tinggal kami pasca bapak
pensiun. Kalau boleh menyalahkan, karena orang tuaku yang
kurang bisa
menabung, tabungannya memprihatinkan
tiga juta saja nggak ada.
(Alhamdulillah, masih banyak orang yang berada di bawah kami), tanah
aja
nggak punya, apa
lagi aset
lain, kami hanya punya
tiga buah sepeda
ontel yang selalu
menemani keseharian
kami, menemaniku
sekolah atau kemana
saja, tapi aku bersyukur KAMI HIDUP BAHAGIA.
Aku menemukan banyak kenikmatan dan anugerah
yang luar biasa terutma
dalam hal pendidikan.
Ketika SD, alhmdulillah
ayahku menadapat
komandan yang baik hati. Beliau bernama Pak Ginting, Pak Idie, dan yang terakhir
Pak Narso. Mereka boleh dibilang seperti saudara saking akrabnya dengan
orang tuaku dan karena waktu itu aku berprestasi sekolahku selama enam tahun dibiayai
mereka.
Ketika aku pensiun, kami pindah ke PURWOREJO, kala itu aku
dah lulus dari SDN KASATRIAN 2 MALANG--SD anak-anak tentara, kini aku sekolah di
SMP Negeri 2 Purworejo salah satu SMP favorit--alhamdulillah,selama sekolah aku
juga masih ditemani sepeda reotku, hari-hariku juga terasa penuh perjuangan, aku
harus berangkat pukul 05.30 dan selalu datang pertama di kelas, hal yang paling
berkesan selama perjalanan, tiap hari tidak pernah tidak, selama tiga tahun aku
selalu diKEJAR ANJING di dua tempat (entah apa salahku pada anjing itu), sepanjang
Perumahan Kentheng sampai tempat penitipan sepeda dan dari rumah yang sekarang menjadi
Primagama sampai SMK WIDHODHO (tak separah LINTANG yang harus menghadaapi
buaya). Mungkin orang berpikir LEBAI tapi itulah kenyataannya. Satu lagi aku sangat
senang karena selama tiga tahun aku mendapat beasiswa (TRIMAKASIH PAK BARKAH--guru BPku).
Dan ketika aku SMA--SMAN 1 Purworejo, lagi-lagi aku bersyukur
diterima di SMA favorit walau awalnya aku nggak minat karena aku ingin SMA
Taruna Nusantara, berhububung sudah mahal aku urungkan. Aku ingin bersekolah di
SMA Negeri 7 Purworejo tepatnya CYBERCLASS, tapi ayah bilang "kalau mau
main, sekolah di swasta aja!" akhirnya aku daftar SMA 1. Aku baru sadar, kalau
dulu aku bantah mungkin aku nggak akan jadi seperti ini, sekolah gratis selama tiga tahun (terima kasih Pak Pardi), bisa berprestasi
di kelas maupun di luar, diikutukan ajang lomba-lomba dan Olimpiade walau nggak
juara nasional tapi aku merasakn jadi finalis nasional tiga kali, punya banyak
kenalan. Sedikit demi sedikit, satu per satu cita-cita dan keinginanku terwujud
dan sepedaku
turut menyumbang
keberhasilan
itu. Dia setia menemani
hari-hariku bersekolah. Kini penderitaannya
berkurang kami hanya
dikejar
anjing di
Perumahan Kentheng sampai tempat penitipan sepeda
saja dan ia harus
menahan malu bersanding
dengan motor-motor di parkiran
sekolah.
Setelah lulus, speninggal ayah, aku ditrima
di STAN yang lagi-lagi sekolahnya gratis. Di sini banyak
mimpiku yang terwujud. Aku bisa jalan-jalan ke obyek wisata gratis, ke metroTv
berkali-kali, dan berkesempatan rapat di MPR-RI berkali-kali bersama pejabat Negara.
Kali ini
ibu hanya memikirkan
living costku. Ada sedih dan
bangga. Sedih aku
tidak bersama
sepedaku, bangga karena ibu
rela menjual perhiasannya satu demi satu untuk biaya kosku. Ketika
aku pulang dan ada
acara, sepedaku
masih menemaniku, puncaknya ketika BUKA
BERSAMA ANGKATAN 2007, 28 September 2008, aku bangga karena sepedaku
mampu berdiri tegar di antara
mobil dan motor teman-temanku, hanya
dia. Aku hanya bisa tertawa bahagia. Terimakasih sepedaku (Silvania—nama sepedaku, satunya Browenda), kau sudah menemani
hari-hariku. Enam tahun
dikejar
anjing, kau tak pernah
mengeluh, aku
ngga akan
nglupain pengorbanan dan jasamu. SEMOGA
KETIKA
AKU SUKSES AKU TIDAK MELUPAKANMU, AKU YAKIN AKU PASTI
SUKSES, membahagiakan
orangtua dan
semua orang yang mendukung
aku.
Terima kasih juga
teman-temanku, kalian mau jadi
temanku, mengisi
dan mewarnai
hidupku, aku bangga pada
kalian yang rela datang dipemakaman
ayahku 17 Oktober 2006 meskipun saat itu libur sekolah. AKU CINTA
KALIAN SEMUA KARENA ALLAH.
mimpi adaalah
kunci
untuk kita
menaklukkan dunia
berlarilah tanpa
lelah
sampai engkau
meraihnya
laskar pelangi
takkan terikat
waktu
bebaskan mimpimu
di angkasa
warnai bintang
di jiwa
menarilah dan
terus tertawa
walau dunia tak
seindah surga
bersyukurlah padaa
Yang kuasa
cinta kita di
dunia
selamanya
cinta kepadaa
hidup
memberikan
senyuman abadai
walau hidup kadaang
tak adail
tapi cinta
lengkapi kita
laskar pelangi
takkan terikat
waktu
jangan berhenti
mewarnai
jutaan mimpi di
bumi
menarilah dan
terus tertawa
walau dunia tak
seindah surga
bersyukurlah padaa
Yang kuasa
cinta kita di
dunia
laskar pelangi
takkan terikat
waktu…
(Laskar
Pelangi-Nidji)”
Cukup jadi motivasi diri saja kisah hidupku ini. Semoga Allah melancarkan segala aktivitas kami dan semoga kami nggak termasuk
orang yang kufur. Ibu, bapak aku cinta
kalian, kagum dan bangga pada kalian. Sangat teringat saat dikurung di kamar mandi sama bapak
gara-gara maghrib belum pulang dan mecahin kaca nako kamar karena maksa masuk
rumah "kamu itu punya mata buat ngliat,
telinga buat denger,otak buat mikir,mulut buat tanya, tangan buat kerja, kaki buat
keluar sana kenali dunia, kalau mau pergi nggak pulang terserah yang peting itu
ninggalin pesen, apa susahnya ngomong apa nulis di kertas, mau belajar sana, nggak
ya terserah yang peting bisa tanggung jawab hasilnya bagus" (pake Bahasa
Jawa). Bener-bener nancep
di hati dan nggak bakal ilang kata-kata itu.
Perjuangan ibuku sungguh
rasanya aku meleleh. Beliau bagiku pengatur
keuangan yang luar
biasa. Terkadang yang bikin aku sedih, pas kami lagi ngobrol
biaya hidup aku kuliah walau gratis tapi aku kan butuh biaya kos. Ibu benar-benar
terencana. Sejak awal tau aku masuk STAN, beliau
bilang “nanti tak ambil pinjaman di bank, terus
tahun ke dua cincin mutiara ini, nah kalung ini buat kamu tingkat tiga”, dan
beberapa perhiasan lain buat cadaangan.
Moment yang bakal keinget, adalah kemarin
pas mau balik ke kampus aku
sempat cerita ke
ibu sambil ngupasin kulit kacang tanah. Aku bilang aku nangis kemarin pas pelajaran KSPK. Ibu tanya
“kenapa aku nggak ngerjain?”. Terus aku crita “kemarin
didengerin lagu salawan trus kami disuruh inget bapak ibu, nah yang aku lihat itu
kebersamaan sama bapak dan ibu mulai dari kecil dulu sebelum sekolah sampai sekarang,
benar-benar aku ngliat foto-foto yang berjalan, pertama sekeluarga, terus pas sama
ibu, bis itu ganti sama bapak”. Tiba-tiba
ibuku nangis. Beliau kaget kok aku bisa inget segitu detailnya dan pas di moment-moment yang emang berharga. Aku pengen
nangis juga tapi ngga
bisa. Benar-benar terkenang. bagiku itu
moment terbaikku saat bercerita ke ibu, rasanya hati berbicara.
Aku bahagia punya
keluarga yang sederhana tapi
bahagia, apalagi
saudara-saudaraku begitu
perhatian.
Sungguh nikmatMu
ya Allah. Temen-temen yang sangat baik, jutaan syukur tak dapat mengganti
nikmatMu, maaf jika
terkadaang aku kufur, sombong bahkan lupa.
Begitulah sekilas tentang kehidupanku dan
pengalamanku yang bagiku sangat berharga dan patut aku syukuri. Semua berawal
dari pola asuh kedua orang tuaku, keprihatinannya, dan atas izin serta
kemurahan Allah kepadaku dan keluargaku hingga aku bisa merauh semuanya, meraih
cita-cita, dan aku bisa berdiri seperti sekarang ini adalah karena kuasaNya. Pola
asuh orang tuaku juga sangat berpengaruh terhadap kehidupanku, sejak kecil aku
dan kakakku sudah diajarkan kemandirian, yang paling aku ingat adalah bagaimana
kami harus berusaha untuk mendapatkan apa yang kami inginkan, kedua orang tuaku
paling susah untuk membelikan apa yang kami suka, misalkan aku pengen sekali
sepatu roda, ibu dan bapak nggak akan mau memebelikan jadi aku harus menabung
untuk membelinya. Ketika bapak dan ibu harus bolak balik Malang-Purworejo aku
dan kakakku ditinggal di rumah, maka segala kebutuhan sehari-hari dari masak
makanan hingga cuci baju aku dan kakak yang melakukan, mereka hanya
meninggalkan uang dan beberapa resep masakan agar kami bisa memasak untuk makan
aku dan kakak, untuk cuci baju aku dan kakaku biasa bergantian kalau kakak yang
bagian nyuci aku bagian bilas dan jemur padahala dulu aku masih kelas 4 dan
kakak kelas 6 SD. Tapi dari situ kami terdidik menjadi anak
yang tangguh dan berdaya juang. Perjuangan, usaha, tidak kenal menyerah, doa, dan
syukur adalah kunci. Allah yang menentukan. Allah akan malu jika ada hambaNya
memohon tetapi Dia tidak mengabulaknnya. So, berdoalah dan berusahalah
semaksimal mungkin serta selalu bersyukur, semakin bersyukur Allah akan
tambahkan nikmat kita.
Zainun abrisam
Kala senja merona
6 September 2012